Surat Rinduku


Apa kabarmu, cantik?
kuharap kamu tidak sedang terkejut dengan datangnya tulisanku ini. Aku akhirnya memutuskan untuk sekedar menulis surat untukmu saja. Entahlah, aku selalu yakin kamu akan bisa membaca pesanku selain menangkap doaku lewat tuhan.

sayangku,

Saat menulis surat ini, aku baru saja kembali dari pasien-pasienku. Tubuhku terasa usang, bau oli yang kurang sedap dan semacam mau lepas segala tulangku, tapi tak menghapuskan niatku untuk menulis sedikit saja surat ini untukmu.

Oh ya, kamu tak perlu khawatir lagi, karena sebelum menulis, aku sudah makan sore tadi, jadi tak perlu kamu pasang muka cemberut lucumu, sambil tetiba mencubit pinggangku, dan memaksaku untuk makan, seperti yang sering kamu lakukan dulu, disini.

Kemarin, tanpa sengaja aku menemukan tulisan manis di bukumu yang sempat tertinggal di tasku. Aku baru sadar, kalau ternyata yang kamu tulis adalah ungkapan sayangmu untukku.

Aku terus mengulang-ulang ingatan, bagian ketika aku bernyanyi keras di sebelahmu dengan suaraku yang menurutmu tak ramah lingkungan, namun semua nyanyianku, cukup untuk membuatmu tersenyum sendiri yang entah kamu malu atau lucu menahan mulasmu tentang suaraku. Aku terus ulangi dengan seksama pesan terakhirmu, bagaimana tentang rindu itu kau jaga, ketulusanmu mengalir, semacam suntikan yang memberi energi, semua itu sekejap saja membuatku tertegun tanpa sepatah kata, dan tak berapa lama, kusadari mataku sudah berawan. Aku sungguh merindukanmu,

Kamu tahu?, aku selalu bergelut dalam rindu yang tak berkesudahan. Hal yang selalu tumbuh dan bersemi tak tertahan di dalamku, tapi ternyata aku cukup bahagia dengan itu walau sendirian, Bahkan aku rasa, rindulah yang selama ini menyatukan kita dalam angkuhnya waktu,
Meski sebenarnya kamu tak disampingku, disini.

Entah mengapa aku selalu menahan nafas setiap memanggilmu sayang di surat ini, juga dalam doa bersama tuhanku. Belum lagi arsir wajahmu, yang sepertinya membatu di ingatanku. Sering aku membenci pagi, yang selalu memaksaku menyaksikanmu yang tak ada, bahkan sekalipun di layar handphone-ku, dan tak lagi menjadi alasan untuk aku temui menjelang siang. Sejujurnya, aku lebih suka akan malam, saat aku bisa terpejam sebentar, dan menemukanmu disana. Kamu akan muncul teratur seperti darah terhadap jantung, yang berdegup seirama, dan bersama.
Aah, aku tak yakin dimana aku sedang hidup sekarang, yang aku tahu, aku sedang pada titik, dimana semua terlihat samar, dan satu-satunya yang ku lihat jelas adalah kamu.

sayangku,

Sebelum aku masuk tidur, aku ingin sekedar mengecup keningmu lewat surat ini, mengusap kepalamu tenang hingga kamu terlihat gemas dalam manjamu. Tak usah ragu, pejamkan saja matamu sebentar, karena aku akan tiba disana dan memelukmu erat.

Selamat malam, selamat tidur sayangku, aku masih akan terus menghitung bagian detik yang berkurang satu demi satu, sampai kita dipertemukan kembali, nanti.

0 Response to "Surat Rinduku"

Post a Comment