Tiap sore, taman ini begitu ramai. Suara lantang para pengendara motor berbaur, tawa riang seorang anak perempuan yang ber-pose foto selfi nyaring di telingaku. dibalik riangnya seorang anak perempuan, ada seorang pria yang memberikan surprize seikat bunga mawar kepada kekasihnya yang semenjak tadi tampak bosan menunggu kedatangannya. dan di depanku melintas gerombolan anak muda yang berpakaian ala hardcore yang tertawa lepas melihat temannya tersungkur di tanah. Ramai sekali sore ini, tapi tak seramai hatiku, semua terasa datar, tak ada masalah dan tak ada kecewa, tapi hati ini terasa tak bahagia.
Di taman ini lagi-lagi aku menorehkan pena. Mencoba menuliskan sebuah kata, berulang dan berulang kulakukan hal yang sama. Tiap sore sepulang kerja. menghabiskan soreku di bangku ini. Bangku yang hanya aku saja yang menduduki. Bangku ini juga tahu tiap kali aku datang, dia tak mengizinkan orang lain menempati. Selalu saja ada orang yang beranjak pergi sebelum aku meminta izin duduk di sandingnnya.
"kenapa kau selalu biarkan aku
sendiri disini". Sambil ku elus bangku
taman yang lagi-lagi membiarkan
aku termangu.
Ku ketok-ketok pena yang menghambat jalannya imajinasiku.
"kok macet, padahal baru beli lusa".
Ku ketok-ketok lagi, berharap tintanya mau keluar, tetapi tetap tak menorehkan sebuah coretan. lalu kubuka tutupnya ternyata memang benar sudah habis.
Aku lemparkan ke tong sampah dan melesat. Ku bungkukan badanku di samping tong untuk memungut pena kosong dan membuangnya ke tong sampah. Saat kubalikan badan, perempuan putih tinggi ada di hadapanku. sosokny amembuat otakku memutar cerita masa lalu. Dan berhenti memutar ketika otakku menerjemahkan "bukan dia".
Mataku sayu kembali, seperti bunga yang mekar tapi tak jadi mekar karena matahari terus saja cemburu.
"ini .. aku rasa kamu membutuhkan ini".
Perempuan itu memberikan sebuah pena
yang aku butuhkan sore ini.
"tidak, terimakasih". aku mengulum senyum
dan beranjak pergi.
"apa salahnya kau menerima pemberianku ini".
Perempuan itu kecewa dengan sikapku.
Aku mengembalikan badan ke arahnya dan mengambil pena yang masih ada di uluran tangannya.
"terima kasih". ku berikan senyum
balas kekecewaannya itu dan dia
juga membalas senyumku.
"apa yang kau tulis selama ini".
Tanyanya.
Dalam hati aku bergumam, "ternyata selama ini dia memperhatikanku.
"oh .. tidak, aku hanya berehat
melepas penat sepulang kerja".
Tanyanya lagi yang masih belum
menemukan jawaban dariku.
Hanya aku bals dengan senyum dan mengajaknya untuk duduk di bangku taman. Sore ini bukan hanya bangku taman saja yang menjadi temanku, tapi perempuan asing itu telah membunuh kekelamanku di saat menunggu senja.
Sore-soreku ini menjadi senja indah yang selalu di tunggu pecinta muda. kuhabiskan keluhku ditelinganya. Seseorang yang telah meramaikan hatiku setelah taman yang selalu meramaikan ragaku.
Di sore yang ke 3 kali atau bahkan 5 kalinya, entahlah aku tak pernah menghitungnya.Terlalu seringnya aku berkunjung disini. Aku sempatkan membeli pena yang sudah hampir habis di toko dekat kampung dan tak jauh dari taman. Membiarkan dia tersenyum kecut setelah tahu pena baruku, yang semenjak perkenalan dia tidak pernah absen memprediksi isi penaku dan selalu membawakan yang baru.
Aku dorong pintu kaca toko, mencari-cari letak pena yang sebenarnya tak usah mencaripun aku selalu dapat. Tapi kali in raib, kemana semua koleksi pena di toko. Pojok atas samping map, aku ingat betul letaknya, lalu aku cari rak yang berisi map tapi tak kutemukan. Hanya map dan kotak pena kosong semua.
"apa-apaan sih ini, masa tak ada satupun pena".
Raut muka kecewa menjamah mukaku, lalu kulangkahkan kaki meninggalkan toko sial itu.
"kok balik mas ?" tanya penjaga toko
yang terheran, biasanya aku keluar
dengan membawa pena.
"tak ada yang kucari". Jawabku singkat
tanpa memandang wajahnya.
Tiba-tiba dari arah belakang tanganku seperti ada yang menyeret, sentak aku berteriak "kurang sekali kamu". Kubiaskan tanganya dan berbalik arah, kali ini aku naik pitam. Seluruh pengunjung toko terbengong melihat sikapku. Pandanganku masih ditahan para pengunjung, tak melihat ternyata disamping penjaga toko itu adalah perempuan itu.
"mas cari ini". Suaranya merebut
pandanganku dari sitaan para
pengunjung.
"hey.. " aku terkejut melihat sosoknya.
"maaf, pena disini sudah habis
sebenarnya aku tak ingin merepotkanmu".
Suara sesal membuat kepalaku
tertunduk malu.
"ayo ke taman lagi". Ajaknya sambil
memegang leherku dengan kedua tangannya.
Tatapnku membuat dia merasa bersalah
dan mengusap-usap keningku.
Dia genggam tanganku ke menuju taman, di tengah perjalanan.
"ini buka".
Aku kaget melihat tangannya yang tiba-tiba menyodorkan bungkusan kotak.
"buat siapa ?"
"buat kamu".
Aku menghentikan langkah dan membukanya di tengah perjalanan.
"masyallah". Aku terkejut melihat isi
dalam kotak itu ternyata pena yang
diborongnya di toko yang aku anggap sial itu.
"inikah yang kamu cari ?". Ucapnya
sambil terbahak-bahak manja.
Kini aku tersenyum kecut, tapi aku heran dengan perempuan ini. Kita tidak saling mengenal begitu dalam, hubungan ini pun masih berjalan 2 minggu saja.
Bukan hanya sore yang menjadikan aku hidup, tapi hari-hariku lebih hidup akan perhatiannya. kini aku lebih tidak sabar lagi untuk pulang kerja, agar bertemu dia. Aku bergegas mandi dan tampil setampan mungkin sebelum bertemu dengannya. Hari ini aku ingin mengajak jalan-jalan mengelilingi taman sambil mencoret-coret kembali kertas untuk membunuh waktu akan kehadirannya. 4 bait "senyummu dan senja" selesai aku buat. Ku lihat matahari di awan semakin meredup, tapi dia tak kunjung datang. Seorang ibu yang mengajak anaknya untuk pulang dan lampu taman mulai menyala, membuat aku semakin resah.
Tidak hanya kemarin saja dia membiarkan aku sendiri di bangku ini, tapi 3 hari sudah dia tak nampak lagi di taman. "Dimana dia !!!" teriaku dalam hati. Saat aku selesai membuat puisi yang tepat ke 10 kali dan menutup notes kecilku. Tak sadar di samping aku duduk, ditinggalkannya sepucuk surat dan sebuah pena oleh orang yang tadi meminta izin duduk dibangku taman. Aku perkenankan tanpa menoleh kearahnya karena aku tahu bukan dia, yang baru kali ini ada orang duduk disandingku, kecuali dia. Dia yang telah pergi. Dia yang seperti pena yang mampu menorehkan makna hidup, menjadi bukti cerita kisah indah. Tetapi setelah pena kehabisan isi dia menghentikan torehan-torehan indah itu.
Aku buka surat yang tergeletak disampingku.
“Aku hanya ingin membalas
Di taman ini lagi-lagi aku menorehkan pena. Mencoba menuliskan sebuah kata, berulang dan berulang kulakukan hal yang sama. Tiap sore sepulang kerja. menghabiskan soreku di bangku ini. Bangku yang hanya aku saja yang menduduki. Bangku ini juga tahu tiap kali aku datang, dia tak mengizinkan orang lain menempati. Selalu saja ada orang yang beranjak pergi sebelum aku meminta izin duduk di sandingnnya.
"kenapa kau selalu biarkan aku
sendiri disini". Sambil ku elus bangku
taman yang lagi-lagi membiarkan
aku termangu.
Ku ketok-ketok pena yang menghambat jalannya imajinasiku.
"kok macet, padahal baru beli lusa".
Ku ketok-ketok lagi, berharap tintanya mau keluar, tetapi tetap tak menorehkan sebuah coretan. lalu kubuka tutupnya ternyata memang benar sudah habis.
Aku lemparkan ke tong sampah dan melesat. Ku bungkukan badanku di samping tong untuk memungut pena kosong dan membuangnya ke tong sampah. Saat kubalikan badan, perempuan putih tinggi ada di hadapanku. sosokny amembuat otakku memutar cerita masa lalu. Dan berhenti memutar ketika otakku menerjemahkan "bukan dia".
Mataku sayu kembali, seperti bunga yang mekar tapi tak jadi mekar karena matahari terus saja cemburu.
"ini .. aku rasa kamu membutuhkan ini".
Perempuan itu memberikan sebuah pena
yang aku butuhkan sore ini.
"tidak, terimakasih". aku mengulum senyum
dan beranjak pergi.
"apa salahnya kau menerima pemberianku ini".
Perempuan itu kecewa dengan sikapku.
Aku mengembalikan badan ke arahnya dan mengambil pena yang masih ada di uluran tangannya.
"terima kasih". ku berikan senyum
balas kekecewaannya itu dan dia
juga membalas senyumku.
"apa yang kau tulis selama ini".
Tanyanya.
Dalam hati aku bergumam, "ternyata selama ini dia memperhatikanku.
"oh .. tidak, aku hanya berehat
melepas penat sepulang kerja".
Tanyanya lagi yang masih belum
menemukan jawaban dariku.
Hanya aku bals dengan senyum dan mengajaknya untuk duduk di bangku taman. Sore ini bukan hanya bangku taman saja yang menjadi temanku, tapi perempuan asing itu telah membunuh kekelamanku di saat menunggu senja.
Sore-soreku ini menjadi senja indah yang selalu di tunggu pecinta muda. kuhabiskan keluhku ditelinganya. Seseorang yang telah meramaikan hatiku setelah taman yang selalu meramaikan ragaku.
Di sore yang ke 3 kali atau bahkan 5 kalinya, entahlah aku tak pernah menghitungnya.Terlalu seringnya aku berkunjung disini. Aku sempatkan membeli pena yang sudah hampir habis di toko dekat kampung dan tak jauh dari taman. Membiarkan dia tersenyum kecut setelah tahu pena baruku, yang semenjak perkenalan dia tidak pernah absen memprediksi isi penaku dan selalu membawakan yang baru.
Aku dorong pintu kaca toko, mencari-cari letak pena yang sebenarnya tak usah mencaripun aku selalu dapat. Tapi kali in raib, kemana semua koleksi pena di toko. Pojok atas samping map, aku ingat betul letaknya, lalu aku cari rak yang berisi map tapi tak kutemukan. Hanya map dan kotak pena kosong semua.
"apa-apaan sih ini, masa tak ada satupun pena".
Raut muka kecewa menjamah mukaku, lalu kulangkahkan kaki meninggalkan toko sial itu.
"kok balik mas ?" tanya penjaga toko
yang terheran, biasanya aku keluar
dengan membawa pena.
"tak ada yang kucari". Jawabku singkat
tanpa memandang wajahnya.
Tiba-tiba dari arah belakang tanganku seperti ada yang menyeret, sentak aku berteriak "kurang sekali kamu". Kubiaskan tanganya dan berbalik arah, kali ini aku naik pitam. Seluruh pengunjung toko terbengong melihat sikapku. Pandanganku masih ditahan para pengunjung, tak melihat ternyata disamping penjaga toko itu adalah perempuan itu.
"mas cari ini". Suaranya merebut
pandanganku dari sitaan para
pengunjung.
"hey.. " aku terkejut melihat sosoknya.
"maaf, pena disini sudah habis
sebenarnya aku tak ingin merepotkanmu".
Suara sesal membuat kepalaku
tertunduk malu.
"ayo ke taman lagi". Ajaknya sambil
memegang leherku dengan kedua tangannya.
Tatapnku membuat dia merasa bersalah
dan mengusap-usap keningku.
Dia genggam tanganku ke menuju taman, di tengah perjalanan.
"ini buka".
Aku kaget melihat tangannya yang tiba-tiba menyodorkan bungkusan kotak.
"buat siapa ?"
"buat kamu".
Aku menghentikan langkah dan membukanya di tengah perjalanan.
"masyallah". Aku terkejut melihat isi
dalam kotak itu ternyata pena yang
diborongnya di toko yang aku anggap sial itu.
"inikah yang kamu cari ?". Ucapnya
sambil terbahak-bahak manja.
Kini aku tersenyum kecut, tapi aku heran dengan perempuan ini. Kita tidak saling mengenal begitu dalam, hubungan ini pun masih berjalan 2 minggu saja.
Bukan hanya sore yang menjadikan aku hidup, tapi hari-hariku lebih hidup akan perhatiannya. kini aku lebih tidak sabar lagi untuk pulang kerja, agar bertemu dia. Aku bergegas mandi dan tampil setampan mungkin sebelum bertemu dengannya. Hari ini aku ingin mengajak jalan-jalan mengelilingi taman sambil mencoret-coret kembali kertas untuk membunuh waktu akan kehadirannya. 4 bait "senyummu dan senja" selesai aku buat. Ku lihat matahari di awan semakin meredup, tapi dia tak kunjung datang. Seorang ibu yang mengajak anaknya untuk pulang dan lampu taman mulai menyala, membuat aku semakin resah.
Tidak hanya kemarin saja dia membiarkan aku sendiri di bangku ini, tapi 3 hari sudah dia tak nampak lagi di taman. "Dimana dia !!!" teriaku dalam hati. Saat aku selesai membuat puisi yang tepat ke 10 kali dan menutup notes kecilku. Tak sadar di samping aku duduk, ditinggalkannya sepucuk surat dan sebuah pena oleh orang yang tadi meminta izin duduk dibangku taman. Aku perkenankan tanpa menoleh kearahnya karena aku tahu bukan dia, yang baru kali ini ada orang duduk disandingku, kecuali dia. Dia yang telah pergi. Dia yang seperti pena yang mampu menorehkan makna hidup, menjadi bukti cerita kisah indah. Tetapi setelah pena kehabisan isi dia menghentikan torehan-torehan indah itu.
Aku buka surat yang tergeletak disampingku.
“Aku hanya ingin membalas
ketulusanmu.
Kau teman lama
yang pernah aku sakiti. Sakit yang
yang pernah aku sakiti. Sakit yang
aku
derita ini membuat kau
lupa
akan diriku, atau bahkan ka
memang melupakanku atas kekejianku
terhadap hatimu. Fisikku yang masih tetap
memang melupakanku atas kekejianku
terhadap hatimu. Fisikku yang masih tetap
tinggi
tegap, tetapi tidak pada rautku,
rautku
begitu lesu karena sakit yang
aku
idap ini. Tak perlu kau tau apa sakitku,
yang
pasti sakit ini membuat aku sadar
akan
hatimu yang tulus. Aku pergi
bukan
berarti aku penjahat yang
mengambil
kebahagiaan darimu.
Tapi
aku meninggalkanmu untuk
pergi
berobat keluar kota.
Hanya
ada dua pilihan,
aku
tetap tinggal di luar kota
untuk
terus berobat atau aku kembali
ke
kota kelahiranku dalam bentuk
raga
beku. Hanya ini yang aku titipkan,
sebuah
pena yang aku rasa kau akan
menggunakan
untuk menceritakan kepergianku.
Tulislah
dimana aku mencintaimu hingga
Menyakitimu
dan ceritakanlah dimana soremu
seperti
menunggu senja bahagia. Hingga aku
Menjadi
malam dimana senja menggantikannya
dan
di titik terakhir pena yang aku berikan ini
Adalah
kepergianku”
Aku lempar kesal surat ini ke sampah, tak masuk lagi!. Justru membuat sampah terguling. Bergegas aku memungutnya, saat selesai kubalikan badan. sesosok perempuan berdiri membawa penaku yang terjatuh, dia menatapku. Aku berhenti menatap lalu meninggalkan sesosok perempuan itu dengan menyambar pena yang ada di tangannya. Aku pulang menuju rumah di sambut dengan senja yang berlinangan air mata.
0 Response to "Tetesan pena terakhirku di senja taman kota rajawali"
Post a Comment