Perpisahan Kita

Pada tumpukan kesibukan, bercampur-aduknya kerumitan, tak kejelasan perasaan, aku menuliskan hiruk-pikuknya kerinduan.

Untuk inisial ke satu,
Aku berusaha mengacuhkanmu. Aku berusaha untuk tidak memaafkan jeda tanpa kabar-kabarmu. Aku berusaha amnesia untuk seolah lupa tentang kita. Aku mendikte hati bahwa yang ada seharusnya benci. Tapi hati tak bisa tertidur dengan kemauan logika. Sekalipun jeda itu nyaris menghilangkanmu dari peredaran duniaku, tapi hati tak bisa dibohongi akan perasaannya yang masih begitu lugas. Tentang kepergianmu yang tiba-tiba, tentang tanya dan praduga yang disodorkan berulang-ulang oleh hati, seharusnya aku tidak memaafkanmu. Tapi bukankah cinta tak kenal kata seharusnya jika hati telah menurunkan perintah. Tidak ada yang perlu kukoreksi. Mungkin sejuta praduga di kepala kita isinya sama. Jelas-jelas itu karena ulah kita yang merumit-rumitkan rasa.
Maaf untuk permulaan surat yang cukup mencakar. Aku benci kita yang seperti ini. Tadinya hanya persoalan jarak, tapi menjejak jadi sesuatu yang memuncak. Aku hanya khawatir jika kita berakhir tanpa alasan yang bisa kujadikan pengecualian. Jangan tanya soal rindu, dialah yang selama ini menjagai hariku tanpamu. Satu-satunya hal yang sedang kubiasakan adalah menerima sebuah ketiadaan. Di sela-sela hiruk pikuknya hidup, aku selalu menyelipkanmu yang hening sebagai penyeimbang duniaku. Sungguh, rasanya tak sanggup menyelesaikan surat ini. Tapi setidaknya ini salah satu perpisahan termanis, yang terangkum tanpa tangis. Di usainya surat ini aku melepaskan huruf-hurufku untuk berlari memelukmu, melegakan hatimu. Aku tahu tidak akan lama sayang. Kita hanya sedang berenang melepaskan penghimpit hati, mendewasa, dan menumbuhkan semakin banyak cinta. Ceritakan aku tentang duniamu disana pada surat berikutnya ya.

0 Response to "Perpisahan Kita"

Post a Comment